Begitulah kira-kira. Kampung Sigagak ini memang cuma 5 langkah sudah masuk ke wilayah Kota Pematangsiantar. Dibatasi oleh jembatan untuk melewati Sungai Bahapal. Tempat masa kecil dulu kami sering mandi-mandi disana.
Sepuluh tahun saya tinggalkan kampung halaman, untuk kuliah dan sekarang bekerja di Pulau Jawa, menjadi kerinduan tersendiri bagi perantauan akan indah dan sejuknya kehidupan di kampung halaman. Maka minggu lalu, saya nostalgia tempat-tempat yang dulu sering kunjungi saat masih kecil disini.
... tidak semua tempat, tapi kali ini saya akan cerita beberapa Umbul (baca: sumber mata air) yang mungkin menarik bagi teman-teman yang membaca tulisan ini.
Umbul Sentul
![]() |
Umbul Sentul |
Sumber mata airnya tepat di bawah pohon beringin, dipenuhi rawa-rawa. Engga ada warga kampung yang mau kemari, ngapain? Haha. Pernah sekali waktu kecil saat "nanggok (menjaring ikan)", saya dan teman-teman nekat jalan sampai kemari. Tapi pulangnya, teman saya tiba-tiba sakit demam, tapi saya ga mau berspekulasi tentang ini.
Jadi aliran dari mata air ini menciptakan genangan, di bawah hutan yang cukup berbukit dan pohon-pohon sentul yang berbuah setiap tahunnya. Dasar umbulnya pun masih pasir putih bening yang akan berkilau jika terkena sinar matahari. Dulu, masih banyak ikan "mas, nila, wader" yang lalu lalang, keliatan karena airnya bening.
![]() |
Aliran Umbul Sentul |
![]() |
Jalan Setapak ke Umbul Sentul |
Umbul Tong
![]() |
Umbul Tong |
Umbul ini lebih dekat lagi, hanya berkisar sekian puluh meter dari rumah. Tapi berasal dari mata air yang berbeda, masih berdekatan dengan mata air Umbul Sentul, ada mata air Umbul Mesin. Disebut begini karena sejak dulu sudah dikelola oleh PAM untuk memasok air ke rumah-rumah.
![]() |
Aliran Umbul Tong |
Disebut Umbul Tong karena dia memiliki sumber mata air sendiri, yang disekat, kayak bentuk bak mandi, agar airnya bisa "diciduk" pakai gayung. Tempatnya pun tak seluas Umbul Sentul di atas, apalagi sekarang, sudah seperti rawa-rawa. Hanya beberapa warga yang masih memanfaatkan.
![]() |
Jalan Setapak ke Umbul Tong |
Sungai Butek, Sungai Tapioka dan Sungai Bahapal
![]() |
Sungai Butek Kuburan Cina |
Jika di lihat di peta, sungai bahapal yang menjadi sungai terbesar disini. Tapi, sungai bahapal ini sudah berbau, karena limbah rumah tangga dan pabrik tapioka. Jika terusannya diikuti sampai ke hulu, terdapat beberapa sungai.
![]() |
Sungai Kuburan Cina |
Saat kecil, kami suka main ke Sungai Butek di Kampung Sukamulya, jaraknya jauh dari rumah, walau airnya butek, tapi masih alami, tak berbau. Arus airnya deras dan sangat berbahaya, sudah banyak memakan korban saat itu. Sungai ini melewati Kuburan Cina, tempat favorit para warga juga saat dulu, apalagi setelah sahur di bulan ramadhan.
Dulu.. kalau ada korban di sungai butek, selalu jasadnya ditemukan di sungai kuburan cina ini, setelah 3 hari. Sungai ini aneh, saya dulu selalu bermimpi-mimpi berenang disini, mimpinya pun berkelanjutan. Teman-teman saya pun mengalami hal yang sama, konon korban pun begitu katanya.
![]() |
Jembatan Kuburan Cina |
Mengenang Sendirian
Sebenarnya banyak sekali yang ingin saya paparkan di tulisan ini. Tapi saya sadar kenangan itu menarik hanya bagi pemiliknya. Saya tinggal di kampung kecil, teman-teman masa kecil entah sekarang udah pada dimana.Ngomong-ngomong, SD kami saat itu tak punya kamar mandi atau toilet, kami pipis di dinding belakang sekolah. Kalau kebelet buang air besar? Kami ke sungai, atau pulang ke rumah, atau... ya di hutan-hutan.
Sekolahnya tidak berpagar, tidak punya bel, guru sering tak masuk, 1 orang guru bisa mengisi 2 atau 3 mata pelajaran. Masih di jam sekolah, kami bisa saja sudah berjalan jauh puluhan kilometer jauhnya dari SD, untuk apa? Main bola ke sekolah di kampung lain, atau mandi-mandi di sungai butek yang arusnya deras tadi.
Saat ini, dimana mereka? Mungkin hanya beberapa yang saya ingat, karena kebetulan rumahnya bersebelahan. Tak ada group whatsapp SD, boro-boro. Saat masuk smp, mereka sudah lalu lalang di depan rumah menggendong anaknya.
Sebagian laki-laki diantaranya, saya temui sudah banting tulang untuk bekerja membantu mencari nafkah keluarganya. Sedang yang lainnya, engga pernah ketemu lagi, semoga Allah melindungi saya dan mereka sekalian.
Terusan air dari umbul ini pun, akhirnya bermuara ke Sungai Bahapal. Tak sebening dulu, rumah-rumah kami masih membuang limbah kamar mandi ke aliran umbul ini. Ga pakai septic tank. Buang sampah pun masih di sungai.
... yang seperti ini jika ada di kota besar, sudah lah pasti ramai dikunjungi orang-orang. Suatu keberkahan alam, yang sepatutnya dijaga. Sulit kalau diceritakan. Jangan lupa berkomentar via channel telegram saya.
Simpulan
Aliran air dari umbul-umbul tadi, menjadi sebuah parit, melewati belakang rumah, diantara kolam-kolam ikan. Sebagian besar kolam tidak beroperasi lagi, sudah menjadi rawa-rawa. Sejak ada jalan tol di dekat sini, katanya rutin banjir di saat hujan deras.Terusan air dari umbul ini pun, akhirnya bermuara ke Sungai Bahapal. Tak sebening dulu, rumah-rumah kami masih membuang limbah kamar mandi ke aliran umbul ini. Ga pakai septic tank. Buang sampah pun masih di sungai.
... yang seperti ini jika ada di kota besar, sudah lah pasti ramai dikunjungi orang-orang. Suatu keberkahan alam, yang sepatutnya dijaga. Sulit kalau diceritakan. Jangan lupa berkomentar via channel telegram saya.
0 comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan bijak