Tips Hidup di Tanah Perantauan
fathurhoho

Tips Hidup di Tanah Perantauan

Published by:
tips merantauMenurut wikipedia, budaya merantau sangat erat kaitannya dengan Suku Minangkabau, anak laki-laki yang beranjak dewasa diharuskan untuk merantau ke negeri orang.

Tak heran hari ini kita lihat orang Minang ada dimana-mana. Mereka merantau dengan dana seadanya, berbekal semangat menempah diri, agar bisa kembali lagi memakmurkan kampung halaman.

Merantau ke Ibu Kota

Ada lagi Suku Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan, mereka mengenal merantau dengan instilah “Sompe”. Diambil dari Bahasa Bugis “Passompe” , artinya berlayar. Pendahulu-pendahulu suku bugis dulunya merantau menggunakan kapal layar.

Merantau pada zaman sekarang sudah banyak berbeda dengan zaman dulu. Tidak seperti zaman sekarang, dimana orang yang pergi merantau sudah dimudahkan dengan perkembangan transportasi. Pulau Sumatera ke Pulau jawa hanya menghabiskan waktu 2,5 sampai 3 jam dengan menggunakan pesawat.

Sekarang, para perantau bisa pulang setiap tahun bahkan setiap bulannya.
Ditambah lagi kemudahan komunikasi. Media komunikasi seperti handphone, televisi, internet dan lain-lain. Perantau tidak lagi harus ke kantor pos mengirimkan surat kabar ke kampung halaman.


4 Tips Hidup di Perantauan

Kamu yang hari ini merantau, bersyukurlah. Segala kemudahan sudah tidak sulit untuk didapatkan. Namun tetap saja, kita yang hari ini memutuskan untuk hidup meninggalkan kampung halaman. Harus memiliki cukup bekal.

Dunia boleh berkembang, kehidupan boleh berubah, namun godaan-godaan dan hal buruk akan tetap ada. Apakah merantau se-menyeramkan itu?
Ya, menyeramkan! Tergantung bagaimana cara menjalaninya. Bahkan merantau bisa menjadi berbahaya jika kamu kurang persiapan.

“Sudah terbayang jelas bagaimana tempat perantauanmu nanti? Sudah tau hal-hal apa yang harus kamu persiapkan agar perantauanmu tidak berakhir sia-sia dan menyedihkan?”

Kawan, tetap ingat tujuan perjalananmu.
Tidak sedikit para perantau yang justru hilang arah dan terjun bebas akibat kejamnya godaan di tanah perantauan terutama ibu kota.

1. Baiti Jannati (Rumahku Surgaku). 

Carilah tempat tinggalmu, manusia butuh tempat tinggal. Untuk kamu yang bisa tinggal di rumah saudara, bersyukurlah. Jika kamu yang harus hidup menumpang di rumah kost-kost an, carilah kost yang aman dan nyaman.

Rumahmu itu akan menjadi tempat yang paling sering kamu hinggapi, siang dan malam. Sebaik-baiknya tempat berteduh terutama dikala kamu mulai terbentur dan menghadapi kesulitan.
Pastikan juga kamu memiki barang-barang penting di dalamnya, mulai dari perlengkapan tidur, belajar, makan, pakaian, dan kesehatan.

Jangan hidup cacat dan menyakiti diri sendiri, apalagi suka meminjam-minjam dan menyusahkan orang lain.

Pahami peraturan si pemilik rumah kost dan buatlah peraturanmu sendiri. Sampai jam berapa kamu boleh menerima tamu, jam berapa kamu harus belajar menyelesaikan tugas kuliah, sisihkan jatah waktu untuk beristirahat dan bermain-main.

Bila perlu buat sejenis agenda dan tempel di dinding kamarmu sebagai pengingat.

2. Berkenalanlah dengan orang-orang sekitar, perjelas statusmu.

Ingatlah kawan, banyak orang yang lupa akan peraturan berikut “Pendatang baru wajib melapor ke kepala desa atau ketua RT”. Buang seluruh bibit-bibit apatisme yang masih melekat dalam diri, ikuti peraturan yang berlaku. Kalaupun masyarakat sekitar acuh akan keberadaanmu, bukan berarti kamu harus bersikap demikian.

Hidup ramah dengan tetangga-tentangga.
Suatu saat kamu akan membutuhkan mereka, ciptakan hidup bermasyarakat yang indah. Jika kamu seorang muslim, maka masjid adalah tempat yang paling baik untuk mengenal tetangga-tetanggamu.

3. Adaptasi dengan kehidupan kampus atau tempatmu bekerja.

“Kamu orang batak dengan logat batak yang ‘tulen’ sedang merantau di Jakarta?” 

Akrablah dengan sapaan “LOE GUE” yang mereka punya. Pelajari dan ikutilah gaya bahasa mereka. Jangan sampai kamu menjadi terasingkan diantara teman-teman kampus. Tidak sedikit mahasiswa/i luar kota yang gagal adaptasi, culture shock, dan akhirnya menyerah di perantauan.

“Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”


Hilangkah sifat idealisme yang buruk dalam diri. “Kamu merasa mereka terlalu kekanak-kanakan dan manja?” Bersyukurlah, berbagilah dengan mereka. Bisa jadi mereka menurutmu masih labil karena baru lulus SMA. Sekalipun kamu tidak cocok dengan gaya bahasa mereka, model lelucon mereka, jangan dijauhi atau bahkan membenci. Tidak apa, pelan-pelan mereka akan berubah, personal development itu akan terjadi perlahan.

Beberapa tahun kedepan, mereka adalah orang-orang yang mengisi harimu, jadikan mereka sahabat-sahabatmu yang bermanfaat, kencangkan ikatan ukhuwah dengan mereka.
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.“ (Alhujurat:10)

4. Amati sekitar dan ambil peranmu.

“Kamu seorang pemuda yang dikenal ramah dan aktif kegiatan sosial dikampung halamanmu? Ketika SMA kamu menjadi juara kelas dan sering menjadi pembicara dalam diskusi belajar?

Terapkan itu di perantauan! Jangan justru hilang percaya diri di kota orang. Percayalah teman, Indonesia ini butuh kontribusimu, umat membutuhkanmu.

Perjuanganmu tidak akan maksimal jika kamu hanya membentuk pola hidup yang biasa-biasa saja, hasilnya nanti pun akan biasa-biasa saja, apatis sini apatis sana. Setidaknya ciptakanlah hidup terbaikmu sehingga menciptakan perubahan, jangan selalu menjadi pengikut dan peserta perubahan.
-- -- --

Merantau hanyalah satu dari seribu cara untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Ada banyak alasan untuk kita merantau, tetapi ada banyak juga alasan untuk kita tetap tinggal dikampung halaman. Bagaimanapun perantau yang baik adalah perantau yang kembali pulang kekampung halamannya sendiri setelah mendapati cukup bekal.

Orang-orang yang telah berhasil diperantauan dan kembali kekampung halaman akan membawa sejuta kemampuan, dia telah melihat betapa Allah menciptakan dunia ini begitu luas dan sempurna, kini dia bisa melihat kehidupan dari berbagai sisi.

Referensi

Sumber gambar: http://sp.beritasatu.com

0 comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan bijak