Memahami Makna Bodoh dan Kebodohan
fathurhoho

Memahami Makna Bodoh dan Kebodohan

Published by:
Arti kebodohan dan cara menyikapi kebodohan
Berbicara Tentang Kebodohan
Bodoh berarti kurangnya pengetahuan , atau pemahaman. Kebodohan berarti suatu keadaan dimana kurangnya pemahaman terhadap sesuatu. Begitulah arti bodoh dan kebodohan menurut beberapa kamus, saya sulit memahaminya. Bagaimana menurut Kamu?

- Bodoh -

Berdasarkan pemahaman saya terhadap definisi diatas,  berarti semua manusia adalah bodoh. Saya, kamu, dia, termasuk sanak keluarga dirumah, semuanya bodoh. Terdengar menyakitkan? Alasannya, pengertian bodoh diatas sangat baku, kurangnya pengetahuan, tidak melihat keadaan.

Sekali lagi, semua manusia bodoh. Tidak pandang siapapun dia. Termasuk ilmuwan-ilmuwan terkemuka di dunia -- halah pake ilmuwan segala.
  • “ Jika Ucok tidak dapat membuat Bolu Keju, apakah Ucok bodoh?”
  • “ Jika Albert Einstein tidak dapat berbahasa Urdu, apakah dia bodoh?”
  • “ Jika Togar tidak dapat menyelesaikan Skripsinya, apakah Togar bodoh?=

- Kebodohan -

Saya yakin pertanyaan diatas akan menimbulkan penolakan. Ternyata pemahaman saya masih salah.
Tidak tepat jika dikatakan Albert Einstein bodoh karena bisa saja dia tidak/belum belajar Bahasa Urdu. Begitu pula dengan Ucok, siapa tau Ucok adalah seorang pedagang pempek.

Sebaliknya, jika Togar seorang mahasiswa tingkat akhir yang tidak kunjung menyelesaikan skripsinya karena malas dan tidak mau belajar, maka Togar bisa dikatakan bodoh, dan tidak mau bangkit dari kebodohannya.

Bodoh dan kebodohan lebih tepat disebut ignorance, ketidakmauan, ketidakpedulian, akan sesuatu yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

Kebodohan Apa yang Paling Bodoh?

Boleh dimaknai bahwa kebodohan itu adalah ketidakmampuan seseorang menyelesaikan tanggung jawabnya. Manusia dalam hidupnya menggapai tujuan sering mendapati kegagalan dan kesalahan karena kebodohan. Namun tidak semua kebodohan itu dapat disamaratakan.

Contohnya saja: “Beberapa tahun lalu di Sekolah Dasar, saya memiliki teman sekelas yang ternyata mengalami keterbelakangan mental. Dia tidak bisa belajar hitung-hitungan seperti teman-teman pada umumnya”. Sebuah pengecualian, oleh karena itu ia tidak bisa dikatakan bodoh.

Kebodohan dapat dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan, jika diukur dari beberapa parameter seperti:
  • efek/sebab kebodohannya,
  • frekuensi kebodohannya, dan
  • pelaku kebodohan.
Tentunya hasil ukur parameter ini relatif berdasarkan sudut pandang penilai masing-masing.

Kebodohan Tingkat Wajar (Level: Biasa-Biasa Saja)

Kebodohan pada tingkatan ini tergolong biasa-biasa saja, hampir setiap orang sering melakukannya. Biasanya kebodohan ini dekat dengan sifat khilaf, atau lupa.
“ Kesalahan Sonya Depari membentak seorang Polwan yang hendak menyetop mobil yang ditumpanginya dan teman-temannya”, atau “ Zaskia Gothic yang lupa sila ke-4 saat memimpin pembacaan pancasila di acara HUT TNI AU yang ke-70”.

Kebodohan Tingkat Menengah (Level: Mulai Melunjak)

Contoh diatas saya katakan kebodohan yang wajar, karena seorang melakukan kesalahan disaat-saat yang kurang tenang adalah sebuah fenomena yang biasa-biasa saja. Entah itu karena gugup, atau sedang emosi.

Ini contoh kebodohan yang lebih parah:
“Media yang memberitakan dan membesar-besarkan 2 kasus diatas”.
Singkat. Lebih bodoh daripada kebodohan diatas.  Ini sudah masuk ke level pembodohan.
Kenapa? Karena banyaknya media yang mengumbar-ngumbar hal tersebut, masyarakat yang tidak kenal, dan tidak tau apa-apa pun jadi ikut-ikutan membenci Gothic, maupun Sonya Depari.

Padahal, tidak bisa se-cepat itu kita menarik kesimpulan akan kualitas hidup seseorang. Ada satu contoh lagi kebodohan di level ini:
“Seorang guru dalam menghadapi keterbelakangan salah satu siswanya dalam memahami pelajaran. Kamu ini bodoh sekali sih! Masa hitungan 2 x 2 saja tidak mengerti sampai sekarang!”
Padahal, lahirnya pendidikan bertujuan untuk memberantas kebodohan. Mungkin saja guru tersebut mengatakan seperti itu karena ingin siswa nya lebih termotivasi. Tapi.. Bukankah masih banyak cara lain yang lebih bijak selain membodohkan?

Kebodohan Tingkat Atas (Level: Expert)

Inilah tingkatan yang paling rumit menurut saya, patut disebut kebodohan yang paling bodoh. Masyarakat sering mengatakan bahwa Indonesia masih hidup dalam kebodohan sehingga begitu banyaknya masalah-masalah yang hadir, korupsi, macet, banjir dimana-mana.

Padahal Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam dan manusianya. Hitunglah berapa luas kekayaan alam Indonesia, tanah yang subur juga kekayaan lautnya. Hitung lagi berapa jumlah orang-orang berpendidikan yang lahir di Indonesia.

Namun kenapa ?? Tentu banyak alasannya. Tapi yang paling jelas, karena kebodohan. Tak lain tak bukan. Contohnya:
“ Orang yang membuang sampah sembarangan, apalagi yang sampai membahayakan orang lain, misalnya membuang sampah dari mobil - di jalan raya.. dann orang-orang yang tidak paham mengantri. dannn <tambahkan sendiri>"
Orang-orang ini sedang dalam level kebodohan yang paling bodoh. Bagaimana tidak?
Membuang sampah pada tempatnya, mengantri, adalah suatu hukum bermasyarakat yang sangat sederhana dan mudah diterapkan. Dan hal ini tidak lepas dari aktivitas keseharian.

Sejak umur dini, kita sudah diajarkan aturan membuang sampah dan mengantri. Sedihnya, kebodohan ini dilakukan oleh orang-orang yang sudah berusia dewasa. Biasanya, orang-orang bodoh ini paling hebat dalam urusan ngeluh-mengeluh “aduh kenapa banyak sampah sih, atau.... dasar orang Indonesia, ngantri aja ga ngerti”.

Jika orang-orang bodoh ini tidak berubah, maka nasib Indonesia kedepan pun sulit untuk diubah. Kebodohan apa yang paling bodoh menurut Kamu?

Menyikapi Fenomena Kebodohan

Setidaknya kebodohan meliputi 2 hal, yaitu:
  • Kebodohan intelektual: disebabkan oleh lemahnya pola pikir.
    Seperti contoh orang yang membuang sampah sembarangan, dia tidak memikirkan bahwa sampah tersebut adalah sumber penyakit, jika dibuang sembarangan bisa menyumbat selokan sehingga mendatangkan banjir.
  • Kebodohan emosional: sebaliknya, disebabkan oleh lemahnya emosional.
    Seperti contoh, gerombolan suporter sepakbola yang tiba-tiba menjadi anarkis dan seringkali menginginkan kekacauan. Padahal ketika bermasyarakat mereka cukup santun antara satu dengan yang lain.
Jadi, cara menyikapi kebodohan adalah harus memahami bahwasanya kebodohan itu sifatnya menular. Kita yang ingin bangkit dari kebodohan harus membentengi diri, tidak boleh menganggap fenomena kebodohan sebagai suatu hal yang lumrah dan maklum.

Bagaimana menurut kamu? Sudahkah Kamu siap untuk menyikapi fenomena kebodohan?

Tapi tunggu dulu…

Setelah beranjak dari tulisan ini, Kamu akan menemukan 3 sifat kebodohan:
  1.  Bodoh Statis.
    Togar “dah iya gua mah bodoh thur, pasrah we lah”.
    Orang seperti ini, tau kalau dirinya bodoh, namun hanya memilih pasrah, hidup terbelenggu akan gemerlapnya kebodohan. Patut diingat, rendah hatinya orang seperti ini, tertolak.
  2. Bodoh Dinamis
    Orang ini mengetahui dirinya bodoh, dia sadar lalu belajar agar ia tidak bodoh lagi.
  3. Bodoh Absolut
    Kebodohan orang ini tidak kalah dengan bodoh statis diatas. Namun, orang bodoh ini tidak sadar kalau dirinya bodoh, malah dia merasa paling pintar, kadang malah membodoh-bodohkan orang lain.
Sekarang bagaimana, sudah siap untuk menyikapi kebodohan? Harus siap!  Semua fenomena kebodohan diatas pasti bisa dirubah. Mau itu bodoh statis, absolut, atau bodoh sebodoh-bodohnya kebodohan, semuanya bisa disikapi demi membawa perubahan yang lebih baik.

Tentunya, mulai lah dengan menyikapi kebodohan diri sendiri, dan kemudian orang lain.
Semoga kita lekas beranjak dari belenggu kebodohan.

0 comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan bijak